Kupikir, pengalaman belajarku yang paling buruk adalah saat magang di perusahaan media milik salah satu mantan presiden RI. Belakangan baru kusadari, itulah salah satu momen terbaik hidupku.
Pelajaran selama magang
Bayangkan saja, di minggu pertama magang, tidak ada yang bisa kukerjakan selain membaca koran. Bahkan tugas pertamaku tak masuk akal (buatku saat itu). Kantorku berencana membuat kompetisi musik antar perusahaan energi dan tambang. Tugasku adalah menghubungi seluruh perusahaan di Indonesia yang jumlahnya ratusan.
Tebak berapa banyak perusahaan yang tertarik lomba tersebut?
Tidak ada perusahaan industri tambang yang punya band atau tertarik ikut lomba. Tawaan dan lecehan adalah jawaban yang sering kudapat setelah hubungi ratusan perusahaan.
Dalam buku The Launch Pad: Inside Y Combinator, diceritakan bahwa salah satu founder Ridejoy, Jason Shen, melakukan “Rejection Theraphy” selama 30 hari. Setiap hari, dirinya meminta satu hal yang ia tahu akan ditolak orang lain. Tujuannya, agar ia tetap termotivasi walaupun menerima penolakan, terutama dari calon investor.
Pelajaran selama di startup
Petualangan belajarku berlanjut ke perusahaan startup yang waktu itu belum berbentuk badan hukum. Di situlah momen terbaikku dimulai; wujud cita-citaku bekerja di perusahaan teknologi layaknya Google.
Selama hampir 3 tahun bekerja di startup, aku mendapat banyak pengalaman baik dan tak terlepas dari sisi negatifnya. Benang merah yang aku lihat adalah:
Jangan lihat tawaran pekerjaannya, tapi lihatlah CEO-nya.
Kesimpulan tersebut telah aku jelaskan dalam tulisan dengan judul yang sama.
Pelajaran selama di korporat
Tanpa kusadari, aku telah berada di dunia korporat selama hampir 3 tahun. Masa inilah yang paling keras dalam memberiku pelajaran. Aku harap semua orang yang berkomitmen meniti tangga korporasi, tidak mengulangi kesalahanku:
1. Terjebak di palung operasional
Domino kesalahan pertamaku. Secara tidak sengaja, aku masuk ke ranah tergelap di perusahaan. Diakui semua orang, tapi tidak benar-benar diketahui. Bagian yang tidak masuk dalam kerangka pembangunan nasional. Ada istilah bahasa Inggris yang mewakili kondisi ini, yaitu good to have.
Akibatnya, pergerakanku liar tanpa komando. Bagai provinsi yang baru mendapat otonominya, aku bangun sistem pemerintahan dan infrastruktur, walaupun belum ada pergerakan ekonomi yang berarti.
Idealnya, pelajari langkah strategis perusahaan sebelum diberikan pilihan karir. Apakah posisi tersebut menjadi fokus kerja? Jangan sampai, posisi yang kita pilih adalah palung dari seluruh operasional perusahaan.
2. Tidak mengevaluasi perubahan aturan
Pelajaran ini sangat penting teruntuk pekerja di perusahaan startup, yang tengah berkembang pesat menjadi korporasi besar.
Aturan kerja di korporasi berbeda dengan startup, walaupun keduanya berada di industri sama, misalnya: teknologi. Perbedaan ini bukan untuk menunjukkan kelemahan atau kelebihan setiap tipe perusahaan, melainkan sebagai parameter penyesuaian terhadap perilaku kita sebagai karyawan. Contohnya: tidak semua orang mampu bekerja mulai 9 pagi – 5 sore, walaupun industri perbankan menuntut hal tersebut.
Jika perubahan aturan perusahaan tidak sejalan dengan prinsip atau perilakumu, segera protes dan cari jalan tengah. Bila perlu, pertimbangkan untuk berhenti kerja.
3. Mengacuhkan hal administratif
Efek samping bekerja di startup adalah terlalu fokus pada pekerjaan, hingga menyampingkan hak dasar sebagai karyawan. Terlebih lagi jika kita belum punya banyak tanggung jawab hidup dan pengalaman. Contoh hal administratif yang kumaksud:
- Asuransi kesehatan,
- Mekanisme kenaikan gaji,
- Tunjangan rekreasi & lainnya.
Setiap perusahaan memiliki cara kerja tersendiri untuk memenuhi hal-hal administratif tersebut. Jika kita gagal mengacuhkan semua itu, maka dampak negatifnya akan menggangu produktivitas dan ketenangan pikiran.
4. Gagal mendokumentasi pekerjaan
Jika kamu bisa mendokumentasikan seluruh pencapaianmu dalam satu lembar kertas, bergembiralah. Sebab, kemampuan itulah yang diperlukan untuk meniti tangga korporasi.
Setiap perusahaan punya mekanisme khusus untuk mengukur produktivitas karyawannya. Beberapa menyebutnya dengan PMS (Performance Management System) atau Appraisal System.
Beberapa mekanisme mengharuskan kita menulis apa saja pencapaian kerja selama periode tertentu. Yang menarik, ada teknik tertentu dalam penulisannya, apalagi dalam bahasa Inggris. Aku menyebutnya, menulis indah.
Setelah mampu menulis indah, kita harus dapat mengidentifikasi pencapaian mana yang selaras dengan gol perusahaan. Dengan kata lain, bisa menunjukkan hasil kerja yang paling menguntungkan perusahaan, demi keuntungan pribadi (kemajuan karir).
Catatan: mekanisme appraisal, idealnya, dilakukan sebelum periode kerja dimulai, yaitu dengan menjalani kesepakatan gol antara karyawan dengan pimpinannya. Setelah periode kerja berakhir, gol mana saja yang tercapai, itulah yang ditulis di mekanisme appraisal.
5. Tidak sadar jika harus berhenti
Ini kesalahan fatalku. Aku tidak tahu kapan harus berhenti menempatkan domino terakhir, sedangkan di ujung sana, telah ada domino yang jatuh mengejarku.
Aku mengabaikan tanda-tanda yang ada, dengan mengalihkan perhatian ke proyek sampinganku. Kupikir dengan begitu, segala tanda-tanda itu akan hilang dengan sendirinya. Namun, dampak psikologis dari hal tersebut datang bagai bola salju.
Semoga terinspirasi. Terima kasih.