Mengapa Go-Jek, Bukalapak & Tokopedia tidak mendaftarkan saham mereka di IDX?

Saya tidak tahu jawabannya.

Namun, saya punya hipotesis mengapa para “unicorn” di Indonesia belum masuk bursa saham lokal.

Hipotesis singkatnya, mereka tidak masuk bursa saat ini karena dua alasan:

  1. Strategi bisnis
  2. Belum perlu atau belum ada tuntutan

Berikut penjelasan lebih rinci dari hipotesis tersebut:

1. Strategi bisnis

Menjadi perusahaan publik artinya berkewajiban membuka laporan keuangan ke publik. Dengan kata lain, membuka peluang kompetitor merancang langkah bisnisnya berdasarkan laporan keuangan tersebut. Apalagi jika status kompetitornya masih perusahaan tertutup.

Contoh konkretnya: andai Tokopedia go-public sedangkan Bukalapak belum, maka Bukalapak mengetahui kekuatan modal dan proyeksi keuntungan Tokopedia. Jika ternyata modal Bukalapak lebih besar dari Tokopedia, bukan tidak mungkin Bukalapak membuat promo dengan tujuan mengganggu arus kas Tokopedia. Karena laporan keuangan tersedia setiap 3 bulan, maka Bukalapak bisa menyesuaikan taktiknya tiap laporannya dirilis.

2a. Belum perlu

Belum perlu karena manfaat dari menjadi perusahaan publik belum dibutuhkan perusahaan. Menurut IDX, ada 6 manfaat bagi perusahaan jika go-public:

  1. Membuka akses terhadap sarana pendanaan jangka panjang
  2. Meningkatkan nilai perusahaan
  3. Meningkatkan image perusahaan
  4. Menumbuhkan loyalitas karyawan
  5. Kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan usaha
  6. Insentif pajak

Menurut saya, hanya poin pertama dan terakhir saja yang memang secara konkret memberi manfaat. Sisanya, hanyalah asumsi yang mungkin dirasakan oleh sebagian besar perusahaan publik. Izinkan saya merinci alasannya:

Membuka akses terhadap sarana pendanaan jangka panjang

“… akses terhadap sarana …”, yang dimaksud adalah pasar modal itu sendiri. Barangkali memang, dengan menjadi publik, perusahaan relatif lebih cepat mendapat suntikan dana baru lewat pasar modal, ketimbang secara tertutup.

Namun, saya pikir mendapat modal baru bukanlah soal. Terlebih lagi, dengan prediksi bahwa Indonesia akan memimpin ekonomi digital di Asia Tenggara pada tahun 2025.

Hipotesis berdasarkan info tersebut, modal tak akan menjadi isu bagi tech startup, terutama “unicorn” di Indonesia, selama mereka menjaga pertumbuhan secara linier.

No alt text provided for this image

Meningkatkan nilai perusahaan

Teorinya, nilai perusahaan publik ditentukan oleh pasar, berbasis kinerja laporan keuangan (analisis fundamental). Fakta lapangan, tak jarang pergerakan saham dikarenakan emosi pasar atau hype ketimbang kinerja perusahaan.

Meningkatkan image perusahaan

Saya belum menemukan formula yang menjamin diterimanya nilai publikasi tertentu ketika perusahaan menjadi publik. Jadi, sementara saya anggap ini tidak valid.

Menumbuhkan loyalitas karyawan

Saya juga belum menemukan teori yang mengukur status perusahaan terhadap loyalitas karyawan. Meskipun saya tahu, semua “unicorn” Indonesia memanfaatkan ESOP sebagai salah satu insentif untuk karyawannya.

Kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan usaha

Di konteks ini, IDX memberi contoh kasus perusahaan yang sedang sengketa kepemilikannya dan terbelit utang. Dengan menjadi publik, setiap pemilik perusahaan punya kebebasan mengatur porsi kepemilikannya; entah dijual ke publik atau lainnya. Di konteks utang, perusahaan bisa membayar utangnya dengan memberi saham ke kreditur.

Solusi pada kedua kasus di atas adalah pengalihan kewajiban mengeluarkan dana dari internal (perusahaan) ke publik lewat pembagian saham. Seakan-akan sahamnya bisa dicairkan kapanpun dengan nilai yang diinginkan.

Di sisi lain, investor publik biasanya menjauhi saham perusahaan yang bermasalah sengketa kepemilikannya atau terbelit hutang. Meskipun pasar kadang tak rasional. Di atas kertas, nilai saham perusahaan bermasalah cenderung terus menurun.

Dengan kata lain, kedua contoh mengabaikan risiko likuiditas, yang sebenarnya juga terjadi di perusahaan tertutup. Jadi, menjadi publik tidak semerta-merta menyelesaikan 100% masalah tersebut.

Insentif pajak

Perusahaan publik mendapat diskon pajak sebesar 5%, dengan syarat 40% sahamnya diperdagangkan di bursa dan memiliki minimal 300 pemegang saham.

Ini menarik karena formulanya jelas. Namun, pertanyaannya, apakah pengurangan pajak 5% sebanding dengan risiko bisnisnya? (lihat penjelasan strategi bisnis di awal)

2b. Belum ada tuntutan

Bukan tidak mungkin perusahaan menjadi publik karena tuntutan investornya. Dengan menjadi publik, investor lama dapat mencairkan (exit strategy) modal + keuntungan lebih cepat, ketimbang menunggu investor baru masuk, yang belum tentu mau membeli seluruh saham yang tersedia.

Bukan berarti, setelah menjadi publik, tuntutan investor ke perusahaan menjadi lebih renggang. Bisa jadi malah makin ketat, seperti kompetisi Uber dan Lyft yang baru-baru ini terdaftar di bursa saham Amerika Serikat.

Hipotesis lainnya

Ada beberapa hipotesis lain yang bisa jadi alasan, tetapi saya tidak yakin kebenaran analisis ini:

  1. Total transaksi di pasar saham Indonesia tidak sebanding dengan valuasi “unicorn” saat ini.
  2. Akan terjadi devaluasi nilai perusahaan (akibat poin pertama) atau seperti yang terjadi pada Uber di Amerika Serikat.

Contoh kasus Uber di Amerika Serikat, ketika akan masuk pasar saham, Uber menargetkan total valuasi 120 miliar dolar AS atau sekitar 44-50 dolar AS per lembar saham. Faktanya, setiap lembar sahamnya hanya dihargai 45 dolar AS atau setara 75,46 miliar dolar AS, 38% lebih rendah dari target.

Terima kasih.

Simak jawaban saya tentang startup dan lainnya di Quora.