Mungkin Ini Alasan Mengapa Rhoma Irama & Gita Wirjawan Hadir di Politik Indonesia

Salam,

Beberapa hari lalu aku menemukan artikel menarik tentang salah satu teori psikologi yang disebut “decoy effect” atau dunia pemasaran menyebutnya “asymmetric dominance effect“. Ternyata teori tersebut dapat diaplikasikan di dunia politik.

Sehingga aku pun menemukan kaitan antara teori decoy effect dengan politik Indonesia yang penuh dengan tokoh baru/nyentrik. Sebut saja yang tiba-tiba disorot media adalah Rhoma Irama & Gita Wirjawan. Dua tokoh politik tersebut memiliki citra yang jauh berbeda, namun keduanya hadir di politik Indonesia dengan tujuan yang sama; maju menjadi bakal calon presiden di panggung 2014 nanti.

Apa itu decoy effect dan bagaimana kaitannya dengan tokoh macam Rhoma Irama atau Gita Wirjawan? perkenankan diriku menjelaskannya…

Decoy Effect

The decoy effect is the phenomenon whereby consumers will tend to have a specific change in preference between two options when also presented with a third option that is asymmetrically dominated – Wikipedia

Simpelnya, decoy effect adalah fenomena saat kita lebih cepat memilih sesuatu karena adanya pilihan ketiga yang tidak berimbang dibanding pilihan sebelumnya.

Contoh decoy effect yang paling sering ditemui biasanya pada harga sebuah barang/layanan. Aku ambil sampel iPod Touch berikut ini:

iPod Touch 16GB dijual $229 sedangkan kapasitas 32GB dijual $299. Di luar dari fitur & pilihan warna yang jauh berbeda; kita dapat melihat praktek decoy effect di sini. Dari ketiga pilihan harga, mana yang akan kamu pilih? tentu secara alamiah kita akan membeli kapasitas 32GB yang hanya $70 lebih mahal dibanding 16GB.

Mengapa kita cenderung pilih 32GB?
Karena harga kapasitas 16GB ditentukan sedemikian rupa sehingga secara logis kita (jika sensitif harga) merasa kapasitas 32GB lebih menguntungkan (unggul).

Boleh saja kita anggap diri kita konsumen cerdas, tapi nyatanya tidak selamanya konsumen cerdas itu cerdas dalam belanja. Adanya decoy effect membuat cara persepsi atau pilihan kita terbiaskan oleh pilihan ‘pancingan’ lain; inilah yang digunakan para politisi dunia.

Decoy Effect & Politik Indonesia
Hanya dengan memahami teori decoy effect, kita akan lebih cermat melihat kondisi politik Indonesia; banyaknya tokoh baru yang berencana masuk ke bursa presiden 2014 bisa jadi hanyalah ‘pancingan’ untuk membiaskan pola pikir & cara pandang kita pada tokoh utama.

Kurang lebih praktek decoy effect di politik seperti ini:

Misalkan ada sebuah partai politik bernama CherryBelle yang menjagokan Wenda sebagai calon presiden. Namun, kecantikan Wenda kalah telak dengan Kinal dari parpol JKT48 walau lebih dewasa. Untuk memenangkan kompetisi, parpol CherryBelle menerapkan decoy effect dengan meminta Iqbal dari parpol CoboyJunior untuk juga maju sebagai calon presiden.

Iqbal CoboyJunior dipersepsikan lebih enak dilihat dari Kinal JKT48 namun tidak lebih dewasa dari Wenda; sehingga citra Wenda CherryBelle menjadi lebih baik dibanding Iqbal & Kinal.

Situasi seperti itu sengaja diciptakan sehingga persepsi publik bergeser. Tentu pada prakteknya, semua pihak menerapkan decoy effect sehingga segalanya menjadi lebih rumit untuk diidentifikasi.

Ada sebuah artikel tahun 2007 oleh Washington Post yang menjelaskan hal sama berjudul “The Decoy Effect, or How to Win an Election“. Bixbux pun pernah publikasikan tulisan berjudul “Apa Yang Farhat Abbas Tahu Betul Mengenai Twitter, Dan Anda Tidak“.

Semoga dapat memberikan pandangan baru yang bermanfaat untuk sesama. Terima kasih.

Referensi: Psychological Design