Saya jawab dengan kapasitas sebagai pekerja tech startup.
Sebelum berhipotesis perusahaan penggantinya, kita perlu mendefinisikan apa itu Go-Jek?
Pertama, dari perspektif konsumen
Sebagian orang bisa jadi menilai, Go-Jek sebagai perusahaan layanan tukang ojek, restoran, tukang pijat, mekanik dan lain-lain.
Pihak Go-Jek sendiri menilai dirinya sebagai super app.
Go-Jek tidak secara eksplisit mendefinisi super app, tapi kurang lebih kalimat yang mereka tulis ini mewakili artinya:
Apa aja sih yang kira-kira sebuah aplikasi bisa dilakukan untukmu? Mesen jemputan? Nganterin makan? Menjual dan membeli barang? Udah? Segitu aja nih, Fergusso? Hadeh.
Jika disimpulkan, Go-Jek adalah satu aplikasi dengan banyak layanan.
Kedua, dari perspektif bisnis
Analisis saya, bagi korporasi, Go-Jek tak lagi perusahaan dengan layanan & produknya sendiri, melainkan telah menjadi platform.
Artinya, Go-Jek bisa menjadi kawan ataupun lawan industri lain:
- Go-Pay beririsan dengan industri keuangan.
- Go-Chat beririsan dengan industri telekomunikasi.
- Go-Tix beririsan dengan industri agen tiket.
Yang menarik, beberapa operasional layanan Go-Jek sebagian telah ditangani pihak ketiga, misal:
- Go-News dengan Kumparan.
- Go-Med dengan Halodoc.
- Go-Travel dengan Tiket.
- Go-Mall dengan JD & Blibli.
Sebagai platform, Go-Jek melayani dua konsumen:
- Saya, Anda dan semua orang pengguna Go-Jek.
- Mitra bisnis (tukang ojek, restoran, Kumparan, Halodoc, dll).
Dari dua definisi tersebut, saya analogikan seperti ini:
Go-Jek bagai kawasan terpadu. Setiap penghuninya diberikan fasilitas terintegrasi dengan pertokoan dan berbagai layanan bisnis dari pihak ketiga.
Sepakat? Punya analogi lain?
Dengan analogi tersebut, kita bisa menerka lebih mudah perusahaan seperti apa yang bisa menggantikan Go-Jek.
Jika melihat situasi tech startup Indonesia, terutama para unicorn, mereka sedang bersiap-siap menjadi platform. Contohnya, Tokopedia yang telah memberi kode akan menyiapkan Infrastructure as a Service , atau Bukalapak dengan IoT dan unmanned store.
Saya yakin setiap perusahaan, terutama tech startup akan berusaha berubah menjadi platform.
Kenapa harus menjadi platform?
Harvard Business Review menjelaskan alasannya:
Products produce a single revenue stream, while platforms—which we define as intermediaries that connect two or more distinct groups of users and enable their direct interaction—can generate many.
Simpelnya, demi meraup lebih banyak uang.
Selain itu, HBR menambahkan, 5 dari 10 perusahaan termahal tahun 2015 di dunia, semuanya berbentuk platform: Apple, Microsoft, Google, Amazon dan Facebook.
Apakah hanya perusahaan besar yang bisa menggantikan Go-Jek?
Iya, jika targetnya menggantikan secara total.
Google dan Apple, sebagai pemilik Android dan iOS, bisa saja membuat aplikasi yang menggantikan Go-Jek. Namun, karena bisnis Google dan Apple lebih untung dengan menjadi platform, maka kecil kemungkinan ini terjadi.
Besar kemungkinannya malah oleh pemerintah. Pemegang kekuasaan teritorial. Mereka bisa kapanpun mengeluarkan kebijakan yang menghentikan operasional Go-Jek. Contohnya seperti Pemerintah Malaysia yang hingga kini melarang layanan ride sharing berbasis roda dua.
Sisi lain, analisis saya, justru perusahaan dengan layanan sangat spesifik yang, setidaknya, bisa mengganggu kurva pertumbuhan Go-Jek. Misalnya aplikasi yang:
- Membantu tukang ojek membuat layanan antar-jemput bagi anak sekolah di sekitar tempat tinggalnya.
Di luar itu semua, tentu kompetitor dekat yang bisa menggantikan Go-Jek adalah para unicorn di Indonesia. Namun, tak semuanya kompetitor. Lihat dulu dari jaringan investor mana, unicorn itu berasal.
Pada akhirnya …
Pertarungan antara perusahaan ini seyogyanya perebutan pasar antar jaringan konglomerat. Bukan berarti konsumen yang dirugikan. Justru bisa diuntungkan, misal akibat perang harga.
Kepada siapa konsumen (kita) harus berporos?
Tentu kepada mereka yang benar-benar menguntungkan Indonesia.
—
Terima kasih.